18.6.14

GANG DOLLY DITUTUP, WALIKOTA TRI RISMAHARINI RELA MATI

Kontroversi penutupan Gang Dolly, kawasan lokalisasi di SurabayaGANG DOLLY DITUTUP, WALIKOTA TRI RISMAHARINI RELA MATI. Penutupan kawasan lokalisasi Dolly yang berada di daerah Jarak, Surabaya, Jawa Timur ini akan berlangsung malam ini Rabu, (18/6/2014). Suasana pro dan kontra kian panas menjelang detik-detik seremonial penutupan Lokalisasi Dolly yang sudah ada sejak 1966-an itu. Lihat juga OLGA SYAHPUTRA SAKIT KANKER GETAH BENING STADIUM 4 Isi BBM Tika Bisono Soal Olga Syahputra Sakit Kanker Getah Bening Stadium 4

Langkah Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini atau biasa disapa Bu Risma menutup kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara ini mengundang kontroversi karena menyangkut hajat hidup banyak orang.

Risma beralasan, realitas sosial yang ditimbulkan dari lokalisasi itu sangat memilukan. Mulai ancaman penyakit HIV/AIDS hingga kasus trafficking terhadap mereka yang tak berdosa. Bahkan Risma tak mampu menahan tangis saat menyebut PSK di Dolly tersebut berasal dari kalangan pelajar SMP-SMA.

Tak hanya itu, Risma juga mengaku memiliki dasar hukum yang kuat. Yaitu adanya peraturan daerah yang melarang orang menggunakan bangunan atau tempat untuk berbuat asusila atau memikat berbuat asusila.

Ditengah pro kontra itu, Bu Risma tidak gentar. Bahkan ia seperti sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk buat dirinya: dibunuh. Hal ini tampak dari beberapa media yang mengabarkan, ia telah berpamitan kepada keluarganya agar mengikhlaskan jika dirinya tewas saat menutup lokalisasi Dolly malam nanti.

"Saya sudah pamit pada keluarga untuk menutup Gang Dolly tanggal 18 besok (daerah pelacuran terbesar di Asia Tenggara) kalau saya mati, ikhlaskan. Bu Risma".

Pesan tersebut Risma buat lantaran banyaknya protes para penduduk di kawasan Gang Dolly yang masih menentang keputusan yang telah ia buat. Risma sadar hal ini akan membahayakan jiwanya, karena warga sekitar Gang Dolly pasti membenci dirinya.

Gang Dolly saat ini dihuni 1.000 lebih pekerja seks komersial dan sekitar 300 mucikari, sejak pagi mereka melakukan aksi penutupan Jalan Jarak serta merusak dua wisma di lokalisasi sebagai teror untuk memperkeruh situasi menjelang penutupan lokalisasi itu.

Sebanyak 1.000 personel gabungan TNI-Polri disiagakan di Islamic Center, tempat dilangsungkannya deklarasi penutupan lokalisasi terbesar se Asia Tenggara tersebut.

Menurut Kapolrestabes Surabaya Komisaris Besar Polisi Setija Junianta menjelaskan bahwa pihaknya mem- back up Polda Jatim dan TNI AD yang akan melaksanakan pengamanan deklarasi penutupan Dolly itu. Personel yang diterjunkan dari Polrestabes Surabaya ialah 900 anggota yang dibantu TNI AD sebanyak 100 personel. Nantinya, fokus pengamanan dilakukan TNI-Polri yakni di Gedung Islamic Center dan di Kelurahan Putat Jaya.

"Fokus pengamanan dilakukan di Gedung Islamic Center. Sebab, deklarasi ini rencananya dihadiri oleh Mensos, Gubernur Jatim, dan Wali Kota Surabaya," tutur Setija.

Cikal Bakal Gang Dolly

Menurut Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar dalam Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran Dolly, awalnya kawasan itu hanya sebuah pekuburan Tionghoa berupa tanah kosong.

Pada 1967, muncul seorang bernama D.A. Chavid dikenal sebagai pendiri lokalisasi Dolly. Nama D.A. Chavid sendiri merupakan nama pendek dari Dolira Advonso Chavid.

Dolly adalah seorang wanita yang konon dulunya juga pelacur, yang kemudian menikah dengan seorang pelaut Belanda. Dolly merupakan seorang wanita yang memiliki perangai seperti laki-laki, tomboy.

Dari hasil pernikahannya, Dolly dikaruniai putra bernama Edy. Ia juga mengambil anak angkat bernama Bambang. Akhirnya, Dolly memiliki usaha pelacuran. Ia mengangkat mucikari yang diambil dari Kampung Semolosewu. Dari sini mulai muncul sebutan Papi Dolly. Ia kemudian mengelola satu wisma bernama Mamamia.

Tak lama setelah itu, dibangun sebuah wisma bernama Barbara yang dikelola keturunan Belanda. Di lokasi itu, muncul kemudian Wisma TKT dan Sembilan Belas. Akhirnya, jadilah perkampungan itu menjadi nama Gang Dolly pada awal 1970.

Dalam perkembangannya, Dolly memang tak pernah sepi dari pria yang berkunjung ke sana. Padahal, banyak tumbuh lokalisasi lain seperti Moroseneng, Bangunsari, Kremil, Lasem, dan Rembang. Ada pula kompleks pelacuran yang bernama Jarak sebagai tempat persinggahan lelaki hidung belang.

Keturunan dari Dolly hingga kini masih ada di Surabaya meskipun sudah tidak mengelola bisnis 'daging mentah' ini.

0 comments:

Post a Comment